Sunday, September 15, 2013

Three Days Itinerary in Bangkok : Traveling with Family

Awal september kemarin saya, adik dan bapak berkesempatan untuk berkunjung ke Bangkok berkat promo Airasia Indonesia 299rb ke Bangkok. Total yang kami bayarkan untuk tiket pulang pergi Jakarta-Bangkok hanya Rp.1.113.000 per-orang, di luar bagasi. Jauh lebih murah dari harga normal yang bisa satu jutaan lebih one way.
 
Karena bepergian bersama keluarga, saya jadi agak selektif soal memilih penginapan dan menyusun itinerary. Kalau biasanya ke Bangkok saya memilih menginap di Sukhumvit, Silom atau Khaosan, kali ini saya memilih penginapan yang agak 'tenang' di daerah Rambuttri, tetapi tetap dekat kemana-mana.

- Khaosan Road (above), Rambuttri (below)-
Untuk itinerary, yang biasanya saya buat padat dan efisien, kali ini saya susun santai dan tidak terburu-buru. Agar bapak saya yang sudah berumur tidak terlalu lelah dan menikmati setiap tempat yang kami kunjungi.
 
Karena tujuan kami adalah wisata budaya dan belanja, maka itinerary kunjungan selama tiga hari dapat diuraikan sebagai berikut :
Hari pertama : pagi-siang mengunjungi Grand Palace dan Wat Pho, menggunakan water taxi dari Phra Arthit Pier, dua menit berjalan kaki dari Rambuttri. Sore kembali ke hotel untuk istirahat dan malam harinya berkunjung ke Asiatique menggunakan water taxi ke Sathorn, lalu disambung dengan free water shuttle ke Asiatique.
- Grand Palace (above), Wat Pho (below) -
Hari kedua : pagi hari mengunjungi Madame Tussaud yang terletak di Siam Discovery Mall, lalu menghabiskan siang hingga petang menjelajahi Siam Discovery Mall, Siam Paragon,  MBK (Mah Boon Krong), Platinum, Pratunam yang merupakan shopping area yang didominasi oleh mall. Sisa malam saya gunakan untuk nongkrong di kafe di sepanjang Rambuttri-Khaosan Road sambil menikmati kuliner pinggir jalan dan keriuhan bar di malam hari. 
- Madame Tussaud (above), Anantasamakhom Palace (below) -
Hari ketiga : pagi mengunjungi Wat Arun menggunakan water taxi dari dekat hostel kami di Phra Arthit ke Tha Thien Pier. Lalu menyambung water taxi khusus yang menghubungkan Tha Thien dengan Wat Arun. Siang hingga sore dialokasikan untuk mengunjungi Ananta Samakhom Throne Hall dan Vimanmek Museum yang sama-sama terletak di daerah Dusit, dapat diakses menggunakan water taxi dari Ta Thien Pier ke  Thewet Pier, kemudian disambung tuktuk dengan tarif 30-40 baht. Karena hari ketiga merupakan hari terakhir kami di Bangkok, maka selepas mengunjungi Dusit, kami menjemput tas yang dititipkan di hostel kemudian bergegas menuju Don Mueang International Airport.
- Asiatique -
Itinerary tersebut saya rasa cocok untuk menikmati Bangkok secara lebih santai, baik wisata budaya, kuliner bahkan wisata belanjanya. Saya sengaja tidak memasukkan wisata malam ke daerah Silom atau Nana karena untuk traveling bersama keluarga rasanya tidak tepat. Saya memilih menggantinya dengan berkunjung ke Asiatique untuk menikmati kuliner dan shopping, atau ke Khaosan Road untuk sekedar santai di kafe pinggir jalan.
 
Three days is not enough for Bangkok, but at least this simple itinerary covering every destination that would bring you to enjoy Bangkok in culture, culinary and shopping! Happy enjoy Bangkok dan happy traveling :)
 

Sunday, September 08, 2013

Hongkong Day 2 : Visiting Madame Tussaud and The Peak

Selepas berkunjung ke Ngong Ping di Lantau Island, itinerary kami selanjutnya adalah menghabiskan sore hingga larut di The Peak dan Madame Tussaud yang masih berada di Hongkong Island.

Dari MTR Tung Chung (line kuning) kami menuju MTR Central yang merupakan stasiun terakhir di line kuning. Kemudian dari line kuning berganti ke line biru dan menuju MTR Admiralty, tinggal berjalan sedikit untuk berganti line di stasiun yang sama. 

Dari MTR Admiralty, keluar dari Exit C kemudian cari petunjuk jalan menuju HongKong Park. Dari Hongkong Park ikuti petunjuk yang terdapat di dalam taman untuk menuju Lower Peak Tram Terminus atau naik bus 15C dari halte yang terdapat di dekat taman. Kami memilih untuk berjalan memotong taman menuju terminal Peak Tram sambil menikmati suasana sore di Hongkong Park.
 
 
Setibanya di Lower Peak Tram Terminus, kami melihat antrian orang yang akan naik tram sudah meluber sampai di jalan. Maklum, hari itu bertepatan dengan malam minggu sehingga banyak orang yang ingin menghabiskan waktu di kafe yang banyak terdapat di The Peak

Apabila menggunakan Octopus Card, maka antrian untuk membeli tiket tram dapat di-skip. Cukup tap octopus card dan langsung mengantri di platform tram. Kalau ingin mengunjungi Madame Tussaud dan Sky Terrace sekaligus, disarankan untuk membeli tiket terusan sekaligus agar tidak perlu mengantri lagi. Kami membeli paket return peak tram + tiket Madame Tussaud + tiket Sky Terrace seharga 250 HKD. Tetapi apabila ingin kembali dari The Peak menggunakan bus, maka bisa juga hanya membeli paket dengan tiket single peak tram.

Peak Tram sendiri merupakan kereta kabel yang menghubungkan kawasan Hongkong dengan Peak Tower dengan lintasan miring hingga hampir 45 derajat. Sepanjang perjalanan menuju ke atas bukit, pemandangan pulau Hongkong dan Victoria Harbour dapat dinikmati dengan leluasa, apalagi saat malam hari lampu-lampunya begitu menawan.

The Peak Tower merupakan sebuah gedung berbentuk unik yang di dalamnya terdapat berbagai outlet untuk belanja, museum Madame Tussaud dan di lantai paling atas terdapat Sky Terrace yang mempunyai pemandangan spektakuler Hongkong Island dan Victoria Harbour.

 
Setibanya di The Peak Tower, kami memilih untuk menikmati Sky Terrace terlebih dahulu karena kami bermaksud ingin menikmati Symphoni of Light yang dimulai setiap pukul 20.00. Symphoni of Light sendiri merupakan pertunjukan laser dari gedung-gedung di Hongkong yang dapat dinikmati dengan leluasa dari Sky Terrace. 

Tetapi apa daya, ketika memasuki area Sky Terrace, yang terlihat hanyalah lautan manusia berjubel. Padahal cuaca malam itu sangat dingin, tetapi orang-orang tetap berebut mengambil gambar di tepian Sky Terrace. Kami pun akhirnya berhasil berebut spot dan dapat berfoto berlatarkan Hongkong Island di malam hari.

 
Dari Sky Terrace, kami menuju ke museum Madame Tussaud. Berkebalikan dari Sky Terrace yang ramai, museum lumayan sepi sehingga kami leluasa berfoto dengan hampir setiap karakter yang terdapat di Madame Tussaud. Di bagian depan kami sudah disambut oleh patung lilin Jet Li, kemudian berturut-turut patung lilin Brangelina, Andi Lau, Michelle Yeoh hingga Robert Pattinson saling berjejer di pelataran depan.

 
Tidak ketinggalan pula patung lilin keluarga kerajaan Inggris, Lady Diana dan Barrack Obama juga mengisi Madame Tussaud Hongkong. Tokoh sejarah dan sains juga tidak ketinggalan, mulai dari Saddam Hussein hingga Einstein. Untuk berfoto dengan karakter patung lilin tidak dipungut biaya, kecuali apabila ingin membuat foto khusus yang dijadikan souvenir gelas atau gantungan kunci maka perlu membayar. Secara keseluruhan, kunjungan kami ke Madame Tussaud cukup memuaskan, sesuai dengan harga yang dibayarkan.  

Setelah puas mengunjungi Sky Terrace dan Madame Tussaud, kami kembali mengantri di platform untuk kembali ke Hongkong menggunakan tram. Ketika pulang, saya baru menyadari kalau tram bergerak mundur ke belakang, jadi seakan-akan kita ditarik turun ke bawah. Lumayan seram juga sih, apalagi kalau melihat ketinggian tram dari jendela. 

Dari Lower Peak Tram Terminus, kami memilih naik bus 15C dengan atap terbuka dan duduk paling atas sehingga sambil berkeliling kami dapat menikmati pemandangan Hongkong di malam hari. Tujuan akhir dari bus ini adalah Hongkong Ferry Terminal. Kami memilih untuk turun di dekat MTR Central, kemudian mengambil line merah menuju ke Tsim Sha Tsui MTR stasiun yang terdekat dari hostel kami di Mirador.
 

Sunday, August 18, 2013

Hongkong Day 2 : Visiting Lantau Island - Ngong Ping 360

Ngong Ping di Lantau Island menjadi tujuan untuk menghabiskan hari kedua kami di Hongkong. Destinasi ini begitu populer selain karena di tempat ini terdapat Tian Tan Budha Statue (patung Budha perunggu raksasa), Ngong Ping memiliki keindahan alam double panoramic, yaitu pegunungan dan pantai sekaligus. Sesuai dengan slogan Ngong Ping : Your Sky-Land-Sea adventure starts here!


Cara paling mudah dan murah untuk mencapai Ngong Ping dari tempat kami menginap di Tsim Sha Tsui adalah dengan menggunakan MTR Tsim Sha Tsui menuju MTR Lai King (line merah). Dari MTR Lai King, berganti ke jalur kuning menuju MTR Tung Chung, yang merupakan stasiun paling akhir pada line kuning, kemudian keluar di Exit B. Carilah papan petunjuk Ngong Ping Cable Car yang akan menuntun kita menuju stasiun cable car dan terminal bus Tung Chung. Di sepanjang perjalanan menuju stasiun akan banyak calo yang berusaha menawarkan paket tour, bus maupun cable car dengan harga lebih mahal, sebaiknya abaikan dan berjalan terus menuju stasiun.



Dari Tung Chung, Ngong Ping dapat dicapai dengan dua cara, yaitu dengan menggunakan cable car atau menggunakan bus dengan waktu tempuh sekitar 25-30 menit. Karena kami bertiga penasaran untuk melihat keseluruhan Lantau Island dan Hongkong dari angkasa, maka kami memutuskan untuk membeli tiket pulang-pergi cable car menggunakan Standard Cabin seharga 135 HKD per-orang. Namun kalau anda punya cukup punya nyali dan uang (tentu saja!) bisa memilih cable car Crystal Cabin, yang lantai kabinnya transparan sehingga bisa leluasa melihat pemandangan yang berada di bawah kaki kita.

Perjalanan menuju Lantau Island merupakan dua puluh lima menit yang menyenangkan untuk kami bertiga. Dari dalam cable car yang diisi enam orang dewasa, kami terayun-ayun menuju Ngong Ping cable car terminal. Terdapat tujuh cable car terminal perhentian sebelum tiba di Ngong Ping



Entah mengapa, kami bertiga yang sebenarnya penakut jadi super excited  wara-wiri untuk potrat-potret dari atas cable car. Padahal cable car yang kami tumpangi sedang berayun-ayun melawan angin di ketinggian. Bagaimana tidak, pemandangan dari atas cable car sangat memukau! Dari sebelah utara kami leluasa melihat Hongkong International Airport yang terletak di satu pulau tersendiri, sedangkan di sebelah barat Tian Tan Budha Statue raksasa sudah terlihat jelas dari puncak pegunungan. Menengok ke bawah, kami bisa menikmati Tung Chung bay dan rangkaian pegunungan Lantau Country Park yang memanjakan mata. Sungguh pengalaman yang luar biasa!

Setibanya di Ngong Ping cable car terminal, kami langsung disambut oleh Ngong Ping Village yang berisi restaurant dan toko-toko souvenir. Kami perlu berjalan sekitar lima ratus meter untuk mencapai pintu gerbang Big Budha dan menaiki 240 anak tangga untuk mencapai pelataran. Lumayan melelahkan dan bikin ngos-ngosan, apalagi udaranya dingin sekali. 



Tetapi setibanya di pelataran Budha statue, pemandangan yang disuguhkan memang pantas dengan usaha untuk mencapainya. Untuk naik ke pelataran Budha statue tidak dikenakan biaya, kecuali ingin masuk ke bawah dudukan patung budha untuk melihat sejarah pembuatan patung, dikenakan biaya sebesar 30 HKD. 



Setelah puas menjelajah di seputaran Budha statue, kami pun turun dan memutuskan berkeliling di Ngong Ping Village. Dari beberapa toko yang sempat kami singgahi, Chopstick Gallery dan Wo Kee Loong Gifts Shop cukup recommended karena barang-barang yang dijualnya cukup layak, unik dan tidak terlalu mahal. Chopstick Gallery tentu saja menjual berbagai macam sumpit dengan ukiran dan karakter unik dengan harga yang terjangkau. Sepasang sumpit kayu berukir, dihargai tidak lebih dari 100 HKD. Sedangkan Wo Kee Long menjual souvenir khas bergambar monkey (icon Ngong Ping) yang harganya lebih murah dibandingkan toko souvenir lain yang terdapat di village.



Jangan pula lupa untuk menyinggahi Bodhi Wishing Shrine, sebuah pohon yang di bawahnya terdapat papan berisi wishing words dari orang-orang yang menuliskannya di papan kayu kecil di bawah sebuah pohon.



Rasanya tidak cukup seharian untuk menjelajah Ngong Ping. Namun tiba saatnya kami harus melanjutkan perjalanan. Kami kembali ke Tung Chung menggunakan cable car dan menyempatkan makan siang di sekitar Citygate Outlets (semacam factory oulet produk branded dengan harga terjangkau). 




Thank you Ngong Ping for the whole nature and great panoramic experience! 

Sunday, July 28, 2013

Disneyland Hongkong : It's A Dream Come True!

Awan gelap menggayuti Hongkong pagi itu. Bulir-bulir hujan sisa semalam pun masih menempel di jendela kamar kami yang berembun. Tetapi semua itu tidak menahan langkah kami untuk mengunjungi Disneyland, destinasi impian yang menjadi salah satu motivasi saya mengunjungi Hongkong.

Sekitar pukul 10.00 pagi, kami sudah mengayunkan langkah menuju MTR Tsim Sha Tsui. Hal pertama yang kami lakukan adalah membeli Octopus Card agar lebih memudahkan kami untuk melakukan perjalanan menggunakan MTR dan bus di Hongkong. Tujuan awal membeli Octopus Card sebenarnya hanya untuk moda transportasi, tetapi pada kenyataannya Octopus berfungsi lebih dari sekedar itu karena kami bisa menggunakan Octopus untuk berbelanja di Seven-Eleven atau bahkan untuk membayar makanan di KFC! Octopus is a real beyond expectations

Back to Disneyland, sebenarnya ada rute langsung untuk mencapai stasiun MTR Sunny Bay yang menjadi stasiun transit ke Disneyland, yaitu dari MTR Tsim Sha Tsui (line merah) menuju MTR Lai King, lalu berganti line kuning arah Tung Chung. Stasiun MTR Sunny Bay terletak satu stasiun sebelum stasiun Tung Chung. Tetapi pagi itu kami ingin berjalan-jalan sedikit mengitari stasiun dan memilih berangkat dari MTR East Tsim Sha Tsui (line ungu) menuju MTR Nam Cheong lalu berganti line kuning menuju Sunny Bay.

Dari MTR Sunny Bay, kita hanya tinggal menunggu kereta khusus Disneyland. Kereta ini sangat mudah dikenali karena jendelanya berbentuk kepala Mickey Mouse, interiornya khusus karena memajang patung-patung tokoh Disney dan gantungan tangannya juga berbentuk kepala Mickey
- MTR Disneyland -
Langit masih mendung ketika kami tiba di Disneyland, padahal waktu sudah menjelang siang. Tanpa antrian yang cukup berarti, kami membeli tiket seharga 450 HKD dan langsung diperkenankan untuk masuk. Makanan dan air minum yang kami bawa pun tidak dipermasalahkan, boleh dibawa masuk. Lumayan, bisa mengirit budget, mengingat harga jajanan di Disneyland cukup menguras kantong.

Disneyland Hongkong terbagi menjadi enam tema area, yaitu : Main Street USA, Toy Story Land, Grizzly Gulch, Adventureland, Fantasyland dan Tomorrowland. Disneyland Hongkong sendiri merupakan Disneyland paling kecil di dunia, namun sebegitu saja tidak cukup sehari kami menjelajahinya. Banyak wahana yang tidak sempat kami mainkan, selain terhalang waktu, kami juga terhalang antrian panjang dan gerimis kecil berkepanjangan yang mengakibatkan beberapa wahana outdoor ditutup.
Langkah pertama kami di Disneyland langsung disambut taman berbentuk kepala Mickey Mouse yang terletak langsung di depan Hongkong Disneyland Railroad, saya pun tidak melewatkan kesempatan berfoto ria dia depan ikon ini, mumpung masih sepi :) Kami kemudian melanjutkan perjalanan menyusuri Main Street USA yang di kanan-kirinya terdapat berbagai macam toko souvenir, mulai dari baju kaos, gantungan kunci hingga high class souvenir seperti perhiasan dan kristal berbentuk tokoh Disney. Namun, acara belanja kami skip dulu setelah bermain di wahana.
Wahana pertama yang kami datangi adalah Mickey's PhilharMagic yang terletak di Fantasyland, berupa atraksi 3D Mickey Mouse, Donald Duck dan kawan-kawan. Sengaja kami memilih kegiatan indoor terlebih dahulu karena hujan masih setia mengguyur Disneyland siang itu. Setelah hujan agak reda, kami memilih ke area paling belakang terlebih dahulu, yaitu Toy Story Land. Hanya terdapat empat atraksi di tempat ini, diantaranya : Toy Soldier Parachute Drop, Slinky Dog Spin, RC Racer dan Barrel of Fun, keempatnya berupa wahana outdoor dan full antrian! Jadilah kami skip bermain di wahana Toy Story, namun kami tidak kecewa karena bisa puas berfoto dengan Andy dan Toy Box-nya.
- Toy Story Land -
Selanjutnya kami beranjak ke Adventureland dan excited mengantri di wahana Jungle River Cruise. Sesuai dengan namanya, di wahana ini kami diajak oleh pemandu untuk berkeliling hutan dan bertemu binatang tiruan yang sangat mirip aslinya. Saking miripnya saya sampai ketipu dan mengajak main seekor anak gajah lucu yang ternyata hanya robot :(
- Jungle River Cruise -
Kemudian kami naik kereta dari Fantasyland Rail Station, yang akan membawa kami berkeliling Disneyland. Kereta akan berhenti di Fantasyland Rail Station dan Hongkong Disneyland Rail Station persis di belakang taman berbentuk kepala Mickey Mouse. Jadi kalau merasa capek untuk jalan kembali ke depan, bisa menggunakan kereta ini.
Karena kami berempat termasuk orang yang agak penakut, jadi wahana yang kami mainkan kebanyakan ringan,  fun dan tidak memacu adrenalin :) Wahana paling ekstrim yang kami coba hanyalah Big Grizzly Mountain Runaway Mine Cars yang cukup membuat perut saya terkocok dan berteriak sepanjang atraksi. Untuk yang senang dengan tantangan, wahana double rail ini totally recommended.

Baru memainkan beberapa wahana, kami berempat sudah tepar. Jadilah sisa waktu kami gunakan untuk   mengantri foto dengan tokoh Disney di Fantasy Garden, bermain bersama Pooh di The Adventures of Winnie The Pooh, selebihnya diisi dengan foto-foto, foto-foto dan foto-foto :)
Sambil menunggu Star Firework, kami menyempatkan untuk makan dan belanja souvenir. Makanan di Disney Park agak mahal, misalnya jagung rebus bertangkai 25 HKD, satu tusuk bakso ikan isi tiga 30 HKD dan minuman mulai 25 HKD. Sedangkan untuk souvenir : gantungan kunci dan tempelan kulkas dibandrol  30-40 HKD/pcs, baju kaos biasa bergambar tokoh Disney 180 HKD, gelas 80 HKD, baju kaos perempuan dengan glitter mulai 215 HKD. Kalau budget terbatas namun tetap ingin membawa pulang souvenir Disney, bisa membeli koin bergambar tokoh-tokoh Disney sesuai pilihan seharga 10 HKD saja! 
- Magical Coin Press Machine -
Koin ini bisa dibeli menggunakan uang koin 10 HKD atau dengan Octopus Card di Magical Coin Press Machine yang terdapat di hampir semua area Disney Park.   
- Star Fireworks -
And Finally, kegembiraan kami sepanjang hari di Disneyland ditutup dengan pertunjukan fireworks yang diiringi soundtrack film-film Disney. Saking kerennya, saya sampai terharu dan ikut bersenandung sepanjang pertunjukan. The whole day is super awesome, thank you Disneyland Hongkong! 

Sunday, April 21, 2013

Ferry Ride : Macau to Hongkong



Insiden ketinggalan pesawat di KL membuat semua rencana yang telah disusun menjadi berantakan. Kami baru mendarat di Macau International Airport pada pukul 21.30, terburu-buru mengantri di imigrasi, menjemput bagasi dan segera mengantri bus AP1 yang akan membawa kami ke Macau Ferry Terminal. Biaya yang diperlukan untuk sekali jalan adalah 3,2 MOP, namun bisa juga dibayarkan menggunakan HKD.  Sayangnya waktu itu saya hanya mengantongi HKD dan pecahan terkecil yang saya miliki adalah 10 HKD, jadilah dengan penuh keikhlasan saya membayar dan tidak mengharapkan kembalian apapun dari bapak driver bus. Lesson number one : selalu sediakan recehan untuk naik bus di Macau, karena driver tidak akan memberikan kembalian.

-Loket penjualan tiket Ferry TurboJet-
Setibanya di Macau Ferry Terminal, kami segera menuju loket penjualan yang terletak di lantai dua, berusaha mengantri tiket ferry tujuan Kowloon Ferry Terminal, yang letaknya paling dekat dari hostel yang sudah kami booking di area Tsim Sha Tsui. Tetapi rupanya ferry terakhir menuju Kowloon berangkat pukul.22.30. Night Sailing yang masih available hanya ferry tujuan Hongkong Ferry Terminal. Cukup lama kami berembuk sebelum memutuskan berangkat ke Hongkong (HK) malam itu, karena MTR di HK tidak beroperasi lagi setelah tengah malam. Pilihan satu-satunya hanyalah naik taksi dari Hongkong Island ke Kowloon yang jelas berbeda pulau dan pasti kami akan dicharge kami dua kali lebih mahal. Tetapi daripada menghabiskan waktu di Macau hingga pagi, kami memutuskan night sailing menggunakan Turbojet kelas ekonomi seharga 184 HKD/orang, lebih mahal dibandingkan day sailing.


                                                                                                                                  
Tiket yang available saat itu hanyalah keberangkatan pukul.00.15. Sembari menunggu keberangkatan, kami sempat berbincang dengan seorang TKI (Tenaga Kerja Indonesia) yang juga akan kembali ke HK. Namanya mbak Jane, wanita mungil asli Semarang, berlogat jawa kental tetapi style-nya up to date dengan sepatu boat, rok selutut dan stocking. Cukup lama dia bercerita mengenai suka duka bekerja di HK selama hampir dua tahun, sebelum akhirnya mbak Jane pamit duluan untuk menumpang ferry pukul.11.50. 

-Waiting room at 3rd floor, Macau Ferry Terminal-
Saya dan rombongan memilih pindah ke lantai tiga dimana terdapat waiting room yang menyediakan tempat charge gadget dan air minum gratis. Tepat di sampingnya terdapat restoran siap saji McD. Sayangnya setelah jam dua belas malam, tempat ini ditutup.



TurboJet ferry sangat besar dan cukup mewah untuk ukuran ferry rute pendek, dibandingkan ferry yang pernah saya tumpangi dari Batam ke Singapura atau dari Phi-Phi Island ke Phuket Town. Tempat duduknya teratur sesuai nomor kursi yang diberikan, kursinya terbagi 3-6-3, sangat lapang dan nyaman. Saking nyamannya, dalam perjalanan pendek selama sejam menuju HK, saya sempat terlelap pulas. 

-Ferry TurboJet-
Setibanya di HK, antrian imigrasi cukup panjang dan lama karena ada pemeriksaan suhu badan penumpang terkait issue flu burung yang sedang santer di China. Setelah melalui pemeriksaan, kami langsung menuju basement untuk mencari taksi ke Kowloon. Jangan sampai salah memilih taksi, karena taksi terbagi dua, yaitu yang khusus mengantar di area Hongkong Island dan yang ke Kowloon. Untuk menuju Kowloon, taksi menyeberang pulau dan melalui tol, tarif awal ketika naik adalah 20 HKD dan 10 HKD untuk tol. Total yang kami bayarkan hingga tiba di Nathan Road, Tsim Sha Tsui adalah 115 HKD. 
-Mirador Mansion-
Dari Nathan Road, kami hanya perlu berjalan kaki sekitar dua menit untuk mencapai Mirador Mansion, sebuah gedung tua yang lantai dasarnya merupakan ruko untuk berjualan, sedangkan lantai atas dijadikan tempat tinggal. 
-Cosmic Guest House, Hongkong-
Cosmic Guest House (CGH) yang telah kami booking sebelumnya berada di lantai 12. Beruntung walaupun kami tiba menjelang pagi (sekitar pukul.03.00), namun ada staff yang standby di front desk. Kami langsung diantarkan ke three beds ensuite room seharga 440 HKD semalam, berukuran 1,5 x 5 meter. Tempat tidurnya disusun sedemikian rupa membentuk huruf U sehingga ketiga tempat tidur kami saling menempel. Terdapat kamar mandi di dalam kamar yang terpisah dengan closetnya. Tidak disediakan sarapan tetapi ada fasilitas air panas untuk tamu, lumayan buat nyiram bekal mie gelas. Apabila melihat lokasinya yang berada di Tsim Sha Tsui dan dekat dari MTR (Tsim Sha Tsui MTR exit D), hostel ini harganya cukup terjangkau walaupun kamarnya sempit. Tetapi bagi backpacker seperti kami, CGH cukup membuat betah sehingga kami kemudian memutuskan untuk menginap selama tiga malam. 
-Keep smiling, on the ferry to Hongkong at 1 am-

Then finally after a long way journey across three countries in one day, we were so relieved being in HK and can't wait to explore the country! (^_^)b 

Sorry, You've already missed the flight!



LCCT siang itu panasnya cetar membahana. Saya, Rusty dan Hanie - partner traveling saya di Singapura dan Penang setahun lalu- turun tergesa dari taksi tanpa argo yang kami sewa dari KL Central ke LCCT. Kepala kami masih penat, sisa late flight semalam yang membuat kami baru bisa beristirahat nyaman di hostel pada pukul 03.00 pagi.

Semalam sebelumnya, kami bertiga memulai petualangan dengan menumpang pesawat Airasia AK 1389 tujuan Kuala Lumpur (KL) yang sudah kami kantongi setahun sebelumnya. Maklum, kami adalah salah satu dari banyak orang yang mengandalkan traveling murah meriah ala berburu free seat Airasia. Kuala Lumpur hanyalah persinggahan untuk mencapai destinasi utama kami, yaitu Macau. Pesawat yang kami tumpangi delay sekitar 30 menit, sehingga kami baru menginjakkan kaki di LCCT pada pukul 00.30. Berhubung connecting flight pukul 14.25 keesokan harinya, kami pun memutuskan untuk menginap di KL. Menyadari akan tiba tengah malam di KL, kami berinisiatif untuk booking hostel di daerah Bukit Bintang yang lebih murah daripada Tune Hotel LCCT , berharap sempat sight-seeing, dekat dari moda transportasi sehingga memudahkan untuk kembali ke LCCT keesokan harinya. Pilihan kami jatuh pada Serenity Hostel di daerah Changkat, Bukit Bintang.

Sekitar pukul 02.30, kami baru check in di hostel. Jadilah keesokan harinya kami bangun terlambat, rush check out, menumpang MRT dari Bukit Bintang tujuan KL Sentral. Dari KL Sentral kami bermaksud menumpang Airasia shuttle bus yang hanya men-charge 10 MYR/orang dengan memperlihatkan tiket penerbangan. Tapi apa daya, pukul 12.30, kami masih luntang lantung di KL Sentral, menunggu keberangkatan shuttle bus pukul.12.45 yang diestimasikan akan tiba di LCCT pukul 13.50, sedangkan gate pesawat close pukul 14.05. Terlalu mepet. Jadilah kami memutuskan untuk menyewa taksi tanpa argo seharga 75 MYR untuk mengantarkan kami ke LCCT.Pukul 13.15, kami tiba di LCCT dan langsung tergesa ke counter untuk drop bagasi. Counter bagasi tidak kalah riuhnya dari suasana LCCT siang itu. All counters penuh calon penumpang, antrian mengular panjang. Entah mengapa kami tidak berpikir untuk give up bagasi dan membawa semua tas ke cabin. Kami malah memilih tetap mengantri dan ketika tiba di counter, petugas counter malah hampir menolak untuk memasukkan bagasi kami. Wajar, bagasi ditutup 45 menit sebelum keberangkatan. Tapi separuh membujuk kami memaksa untuk memasukkan bagasi, petugas counter menyerah, "but you gonna be hurry!" katanya.
Lepas dari antrian counter, kami malah terjebak antrian imigrasi dan body check yang panjangnya naudzubilleh. Kami bertiga hanya bisa pasrah dan berharap pesawatnya bakal delay. Tapi apa boleh dikata, belum sempat paspor saya dicap keluar oleh imigrasi Malaysia, panggilan last called untuk penumpang AK 1056 tujuan Macau sudah mengaung memanggil nama kami bertiga. Kami tiba di gate T5 tepat sepuluh menit sebelum pesawat boarding, namun kami tetap ditolak masuk karena gate closed lima belas menit yang lalu. Kami bertiga hanya bisa menatap nanar pesawat kami yang masih parkir manis di landasan. Tapi percuma mendebat petugas gate, berbeda dengan Indonesia, mereka sungguh stick to the rules. Saya sudah tidak konsentrasi mendengarkan penjelasan mengenai bagasi kami yang sudah kepalang check in, yang terngiang hanyalah kata-kata : "Sorry, you've already missed the flight!"

Setelah insiden ketinggalan pesawat, yang pertama kali teringat oleh kami adalah bagasi yang terlanjur dimasukkan. Kami khawatir tas kami terikut penerbangan ke Macau. Namun ternyata, apabila penumpang belum check in di gate, maka bagasi tidak akan diikutkan masuk ke pesawat. Kami diminta untuk menjemput bagasi di counter lost and found di area kedatangan. Bagaimana dengan paspor kami yang sudah kepalang dicap keluar oleh imigrasi? Kami harus melapor ke kantor imigrasi yang berada tepat di depan counter imigrasi agar paspor kami diberi coretan "missed flight", sehingga kami bisa masuk kembali ke area kedatangan untuk menjemput bagasi.


Lalu bagaimana dengan perjalanan kami yang sudah direncanakan selama lima hari ke depan? Haruskah hanya berakhir sampai di KL saja? Yang pertama kali terpikirkan oleh kami bertiga adalah mencari flight termurah ke Macau atau Hongkong, jadilah kami beringsut ke mesin penjualan tiket yang terletak di area keberangkatan internasional. Sedang asyik otak-atik jadwal keberangkatan yang disesuaikan dengan budget, petugas yang berjaga di mesin menyarankan kami untuk melapor ke service counter sebelum membeli tiket yang baru. "Maybe they'll have a better solution for you...," ujarnya.
Dengan penuh harapan, kami menuju ke counter R65-R67 yang terletak di area keberangkatan domestik dan mengadukan nasib. Petugas counter memberikan solusi untuk mengikutkan kami ke penerbangan berikutnya menuju Macau pada pukul.17.30, dengan membayar biaya penggantian 238 MYR per-orang. Kami langsung menyetujui, karena harganya lebih murah daripada tiket baru menuju Macau yang harganya termurahnya 500 MYR-an. Bahkan bagasi sebanyak 20kg juga diberikan, sama kondisinya dengan flight sebelumnya. Check in dan cetak boarding pass dilakukan langsung oleh petugas di counter sehingga kami tinggal menyetor bagasi dan langsung mengantri (kembali) di imigrasi.

Akhirnya, setelah hari yang panjang dan melelahkan di LCCT, kami mendarat manis di Macau International Airport pada pukul 21.30 dan berharap semoga pengalaman hari ini menjadi yang pertama sekaligus yang terakhir untuk kami bertiga :) 

Sunday, April 22, 2012

Article : Wisata Alam dan Purbakala di Maros



Sulawesi Selatan tidak hanya terkenal dengan wisata kuliner yang beragam dan keindahan Pantai Losari yang memukau. Peninggalan purbakala yang sarat dengan sejarah dan budaya pun layak menjadi salah satu tujuan wisata apabila berkunjung ke Butta’Anging Mamiri.



Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung dan Taman Prasejarah Leang-Leang yang terletak di Kecamatan Bantimurung, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan merupakan destinasi favorit para pelancong yang hendak menikmati gemericik air terjun atau sekedar bercengkrama dengan kupu-kupu di The Kingdom of Butterfly.




Bantimurung Bulusaraung dan Leang Pettakere berlokasi 20 km dari Bandara Sultan Hasanuddin, 15 km dari kota Maros atau sekitar 50 km dari pusat kota Makassar. Dapat dicapai dengan menggunakan mobil atau bus selama kurang lebih satu jam perjalanan.



Let's Visit Sulawesi Selatan 2012
Published on Majalah Chic #112, 4th - 18th April 2012

Sunday, April 15, 2012

Cerpen : Marina di Glutton's Bay



Makansutra Glutton's Bay yang terletak di seputaran Esplanade merupakan salah satu street hawker populer di Singapura. Kelezatan kuliner asia yang kental dengan nuansa melayu serta view menawan yang langsung menghadap ke Marina skyline membuat tempat ini selalu menjadi favorite saya setiap kali berkunjung ke negeri Merlion.

Kenangan saya bercengkrama di Glutton's Bay sambil menikmati teh tarek dan roti jala di suatu sore setelah menonton Singapore F1 Grand Prix tahun lalu, menginspirasi cerita ini. 


Cinta mampu menembus batas ruang dan waktu,
batas angan dan kenyataan, 
batas perasaan dan logika,
namun ketika semua terkalahkan, 
Adit memilih pergi meninggalkan Marina di Glutton's Bay... 

Published on Majalah Chic #112, 4th-18th April 2012 

Sunday, March 25, 2012

Ferry Ride : Phi Phi Island to Rassada Pier Phuket

Phi Phi Pier cukup riuh siang itu, orang-orang berseleweran memenuhi setiap sudut dermaga. Wajar, ferry boat terakhir menuju Phuket akan berangkat beberapa saat lagi. Sambil memanggul backpack dan menenteng tas plastik berisi beberapa kaos Phi Phi Island hasil menawar di kios dekat Pier, saya menerobos kerumunan manusia dan ikut mengantri ferry Chao Koh.

-Phi Phi Pier-
Ferry ini cukup besar, bertingkat tiga dan cukup lapang. Di bagian dalam dek terdapat ruangan besar dengan kursi-kursi berbaris menghadap ke depan. Situasinya mengingatkan saya dengan Pinguin Ferry dari Batam menuju Singapura yang saya tumpangi tahun lalu. Saya memilih bangku barisan terdepan, paling dekat dengan tv dan pintu keluar menuju anjungan kapal, serta bersebelahan dengan seorang wanita Thai baik hati yang menjadi teman ngobrol saya selama perjalanan. 


Tak berapa lama setelah saya duduk manis di kursi, ferry perlahan mulai bergerak meninggalkan Phi Phi Pier. Seketika pula petugas kapal perempuan berpakaian khas Thailand mulai berkeliling membagikan kami cemilan gratis berupa pisang sekaligus menawarkan minuman dan makanan lain yang bisa dibeli di bar yang terdapat di tengah-tengah dek. Beberapa petugas pria berseragam hijau juga mulai memeriksa karcis setiap penumpang sekaligus menawarkan transportasi dari Rassada Pier menuju berbagai tempat di Phuket (PhuketTown, Patong Beach, Kata Beach, Karon Beach dan Kamala Beach). Saya buru-buru memperlihatkan alamat hostel yang menjadi tujuan saya di Phuket : Lub Sbuy Guest House yang berlokasi di Phuket Town. Petugas langsung mengerti dan mendaftarkan saya untuk menumpang minivan tujuan Phuket Town seharga 50 BHT. Saya langsung diberi stiker kuning bertuliskan Phuket Town yang ditempelkan di baju saya. 


Suasana di anjungan kapal tidak terlalu ramai, kebanyakan penumpang memilih tetap berada di dalam dek ber-AC daripada menghabiskan waktu di anjungan dengan panas teriknya matahari.Hanya beberapa wisatawan asing yang terlihat berjemur di bagian depan kapal. Saya sendiri memilih untuk berkeliling, mulai dari anjungan lantai dasar sampai tingkat tiga kapal. Sejauh mata memandang hanya terlihat laut lepas, buih ombak dan beberapa kapal pesiar mewah yang ditumpangi turis asing. Tak berapa lama pemandangan mulai berganti pulau kecil berbukit, dermaga Rassada Pier mulai terlihat dari kejauhan. Phuket here I come...


Rassada Pier di sore hari tak kalah riuh dibandingkan Phi Phi Pier. Ini karena pada sore hari bukan hanya penumpang kapal antar pulau saja yang memenuhi dermaga, wisatawan yang mengikuti island day tour dari travel agent juga mulai kembali ke Phuket

Stiker yang ditempelkan oleh petugas di kapal sangat berguna di tengah keramaian orang yang lalu-lalang, pengemudi minivan tujuan Phuket Town segera mengenali saya dan mengantarkan ke minivan yang terparkir tidak jauh dari dermaga. Pengemudi meminta saya menunggu bersama dua penumpang bule lainnya, sebelum akhirnya dia kembali mengumpulkan penumpang-penumpangnya yang lain dari ferry yang sedang berlabuh.

Setelah menunggu sekitar sepuluh menit, akhirnya keseluruhan penumpang minivan berjumlah delapan orang mulai duduk manis di kursi masing-masing. Saya memperoleh hot seat di kursi depan sebelah pengemudi dengan pertimbangan tujuan saya yang paling dekat dari Rassada sehingga saya yang akan diturunkan paling awal.      

-Entering Gate Rassada Pier-
Minivan baru berjalan sekitar lima menit, pengemudi tiba-tiba menghentikan kendaraannya, tepat di depan Lub Sbuy Guest House! Astaga....ternyata jarak antara Rassada Pier dengan Lub Sbuy hanya 2,3 km atau hanya sekitar lima menit berkendara! Pantas saja beberapa wisatawan berkulit putih memilih membopong backpack dan berjalan kaki saja dari dermaga ke hostel. Yaaaah....tak apalah untuk ongkos 50 BHT.

Karena tidak membooking sebelumnya, saya hanya bisa berdoa semoga masih ada kamar yang tersisa untuk saya di Lub Sbuy. Wajar, hostel yang baru dibuka tahun 2009 ini cukup populer di kalangan wisatawan yang berkunjung ke Phuket. Bukan saja karena jaraknya yang dekat dari Rassada Pier, tetapi tepat di belakang hostel terdapat terminal bus Phuket yang bisa ditempuh hanya dengan dua menit berjalan kaki! 

Beruntung masih terdapat bed kosong di female dorm room seharga 300 BHT semalam dengan shared bathroom. Setelah beres dengan administrasi, saya langsung menuju kamar saya yang terletak di lantai tiga. Kamarnya cukup luas dengan fan besar di tengah ruangan, dua ranjang susun di dalamnya, empat loker bergembok, jendela dengan gorden dan balkon yang menghadap ke jalan.Saya memilih tempat tidur di bagian bawah dengan seprai dan selimut wangi . I can't ask for more

picture taken from http://travellingangel.wordpress.com/
Seorang bule berkebangsaan Kanada bernama Sarah telah menginap di kamar tersebut sehari sebelumnya. Setelah berkenalan, saya berpamitan untuk mandi di shared bathroom hostel yang sangat bersih. Kamar mandinya berupa bilik-bilik bersekat dengan wastafel. Tersedia sabun dan shampo cair di setiap bilik tersebut. Beres membersihkan diri, sore itu saya habiskan mengobrol dengan Sarah dari balkon kamar kami. 

Malamnya, di pelataran hostel terdapat pedagang makanan berbagai rupa yang menggelar dagangannya. Namun, walaupun Phuket termasuk kawasan muslim Thailand dengan makanan halal yang mudah diperoleh, saya tetap waspada dan memutuskan membeli rice chicken curry beku dari Seven Eleven yang hanya berjarak beberapa ruko saja dari hostel. 

Phuket Town sunyi senyap pada malam hari, hanya beberapa warga lokal bersepeda motor lalu lalang di depan hostel dan deru bus tingkat dari terminal yang riuh terdengar. Saya menghabiskan waktu berkirim kabar dengan keluarga menggunakan komputer berbayar di lobby hotel. Rasanya tak sabar menanti waktu untuk mengeksplorasi Phuket keesokan harinya....

to be continued...:)

Sunday, March 18, 2012

Reasons to Visit Makassar - South Sulawesi


Selalu ada alasan untuk mengunjungi Makassar. Pantai yang eksotik dengan latar sunset yang romantis, atau kulinernya yang beragam dan mampu mendecakkan lidah penikmatnya. Makassar menyimpan seribu satu cerita yang membuat pelancong selalu menyimpan kerinduan untuk kembali. 


Pertama kali mendarat, Bandara Internasional Sultan Hasanuddin telah memberi kesan yang apik. Bandara yang dibuka tahun 2008 ini memberikan atmosfer yang setara dengan bandara di luar negeri. Namun, Bandara Hasanuddin yang mempesona hanyalah gerbang pembuka saja. Berikut beberapa tempat yang harus disinggahi ketika berkunjung ke Makassar :

Pantai Losari merupakan ikon kota Makassar. Lokasinya sangat strategis dan mudah diakses. Terletak di jantung kota yang ramai dengan hotel, restaurant dan bahkan kantor pemerintahan. Losari memiliki pelataran luas yang digunakan sebagai pusat kegiatan kota. Pantai Losari menjadi istimewa karena pengunjung dapat menikmati sunrise dan sunset pada titik yang sama. Kawasan ini selalu ramai dikunjungi menjelang senja, ketika matahari perlahan menghilang dari cakrawala dan hanya menyisakan semburat jingga di langit. Sungguh panorama yang romantis. Banyak pula yang datang untuk menikmati anging mamiri (hembusan angin) atau sekedar jajan makanan khas Makassar. Mulai dari nyoknyang (bakso), pisang epe sampai coto Makassar dapat dinikmati di sini! Lelah berjalan menyusuri pantai, cobalah berkeliling Losari menumpang becak tradisional Makassar yang dikayuh seorang daeng (abang) becak.

                            
Fort Rotterdam (Benteng Rotterdam), berjarak sekitar 500 meter dari Pantai Losari, benteng yang dibangun oleh Raja Gowa ke X ini masih berdiri kokoh. Tidak dipatok tiket masuk ke benteng yang berusia lebih dari 400 tahun ini,  karena lokasinya juga berfungsi sebagai kantor Pemerintah Pusat Kebudayaan Makassar. Di dalam Benteng Rotterdam terdapat Museum Negeri La Galigo yang menyimpan beberapa sisa peninggalan budaya suku Bugis, Makassar, Mandar dan Toraja. Selain itu terdapat pula penjara bawah tanah yang pernah didiami Pangeran Diponegoro selama 26 tahun ketika beliau ditahan oleh Belanda. Pelataran di bagian tengah Benteng biasa digunakan untuk berbagai pertunjukan budaya, salah satunya adalah pementasan karya sastra yang tersohor : I La Galigo. Benteng Rotterdam juga dikenal sebagai Benteng Pannyua yang dalam bahasa Makassar berarti Penyu, ini karena apabila dilihat dari angkasa, keseluruhan kawasan Benteng berbentuk seperti Penyu.

Penggemar fotografi dan budaya dapat memuaskan mata mengunjungi Pelabuhan Paotere, pelabuhan rakyat yang terletak sekitar 3 kilometer dari pusat kota Makassar. Paotere merupakan pelabuhan bersandarnya kapal layar khas Makassar, yaitu Phinisi. Paotere dan Phinisi merupakan memoar representatif bagi keberanian para pelaut Makassar yang gagah berani. Saat ini Paotere digunakan juga sebagai dermaga kapal antar pulau dan TPI (tempat pelelangan ikan). Hasrat untuk menikmati makanan laut segar dengan harga terjangkau dapat dipuaskan di sini. Dermaga Paotere yang menjorok ke laut digunakan untuk memancing. Paotere mulai riuh aktivitas sejak subuh hingga menjelang senja.  

Kuliner Makassar merupakan salah satu yang terbaik di Indonesia Timur. Kelezatan rasanya membuat penikmatnya enggan beranjak sebelum lidah berhenti berdecak, berikut daftar kuliner yang wajib dikecap ketika ke Makassar :
Coto Makassar, sajian berupa soto daging dengan kuah yang diberi kacang sangrai, dinikmati dengan potongan ketupat. Sajiannya dapat ditemui di setiap sudut kota ini. Namun, sajian coto dari Warung Coto Daeng, Coto Gagak atau Coto Nusantara patut dicoba.Pallu Basa, serupa dengan coto, berupa soto daging yang kuahnya diberi kelapa goreng.  Biasa dinikmati dengan telor bebek dan nasi. Untuk sajian yang satu ini, Pallubasa Onta wajib dikunjungi. Konro atau yang lebih dikenal dengan iga sapi, juga merupakan salah satu kuliner andalan. Bisa pilih, konro bakar atau sop konro sama enaknya. Untuk urusan konro, RM. Konro Karebosi jawaranya.

Mencari sajian seafood yang enak dengan harga terjangkau? Coba Kunjungi Rumah Makan Lae-Lae di jalan Datumuseng. Makanan laut segar bisa langsung dipilih dan diolah sesuai selera. Jangan lupa pula membawa pulang otak-otak Lae-Lae Datumuseng sebagai oleh-oleh. Ingin menikmati western food, sunset sekaligus sajian live music, merapatlah ke Kampung Popsa, foodcourt outdoor yang menjorok langsung ke pantai. Tempat ini mulai ramai sejak sore hingga malam hari. Jangan luput mencicipi Mie Titi, mie kering dengan kuah kental berisi seafood! Saking lezatnya, pengunjung rumah makan rela antri tempat duduk. Walaupun Mie Titi memiliki beberapa cabang di Makassar, namun setiap cabang selalu penuh pembeli!

Nyoknyang atau bakso pun layak dicoba di Makassar, yang terkenal adalah sajian Bakso Ati Raja. Sekotak Jalangkote (pastel) dan Bikang Doang (gorengan udang) dari jalan Lasinrang layak pula dibawa pulang sebagai cemilan.

Setelah puas jalan-jalan dan kuliner, jangan lupa mampir membeli oleh-oleh khas Makassar di jalan Somba Opu. Di sepanjang jalan ini berjejer puluhan toko yang khusus menjual buah tangan khas Makassar. Namun, jangan pulang tanpa membeli oleh-oleh berikut : Ukiran Toraja, sehelai sutera tenunan Sengkang, sebungkus Kacang Disko, Kacang Rempah dan Kacang Telur Makassar, sebotol sirup Markisa, sebungkus Kopi Toraja, sebotol minyak tawon Makassar, atau perhiasan emas ukiran khas Makassar. Jangan ragu menawar karena ada banyak toko yang menjual barang yang serupa, sehingga harganya bersaing. So, now you’ve got a lot reasons to visit Makassar!



 *Tulisan ini merupakan pemenang GrandPrize Kontes Indonesia 13 oleh Airasia Indonesia*